Pernyataan Sikap
Front Rakyat Menolak Pelanggaran HAM di Papua
Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!
Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak
Wawawawawawa..wa..wa..wa..wa!
10 Desember diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-Dunia. Penetapan tanggal 10 Desember sebagai Hari Hak Asasi Manusia mengacu pada tanggal pengesahan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration on Human Rights) 10 Desember 1948 at Palais de Chaillot, Paris. Pernyataan Umum tentang hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declarator of Human Rights/UDHR) adalah sebuah pernyataan yang bersifat anjuran yang diadopsi oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa. Ada 6 jenis Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu hak asasi sosial, ekonomi, politik, sosial budaya, hak untuk mendapat perlakuan yang sama dalam tata cara peradilan, dan hak untuk mendapat persamaan dalam hukum dan pemerintahan.
Pada tanggal 1 Desember 1961, rakyat West Papua telah mendeklarasikan kemerdekaannya. Akan tetapi, deklarasi tersebut tak diakui oleh pemerintahan Indonesia, dan menganggapnya sebagai Negara Boneka buatan Belanda. Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno waktu itu lantas melakukan aneksasi melalui program Trikora yang kemudian mengejawantah menjadi serangkaian operasi militer.
Papua masih berada di bawah kekuasan Belanda (yang menjanjikan dekolonisasi), setidaknya sampai Indonesia melakukan upaya-upaya pembebasan tanah Papua. Pasca Trikora, Belanda yang semestinya bertanggung jawab untuk melakukan dekolonisasi malah menandatangani Perjanjian New York (New York Agreement) terkait sengketa wilayah West New Guinea (Papua Barat) pada tanggal 15 Agustus 1962 dengan tanpa melibatkan Rakyat West Papua. Perjanjian tersebut hanya melibatkan 3 pihak diantaranya, Indonesia, Belanda dan Amerika Serikat sebagai penengah. Meski terang bahwa perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat West Papua.
Perjanjian ini mengatur masa depan wilayah Papua Barat yang terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal, di mana pasal 14-21 mengatur tentang Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada praktek Internasional yaitu satu orang satu suara (One Person One Vote). Dan pasal 12 dan 13 mengatur transfer administrasi dari Badan Pemerintahan Sementara PBB (UNTEA) kepada Indonesia.
Di tahun 1963, ketika Indonesia mengambil alih tanggung jawab administratif atas West Papua, teritori itu tetap berstatus koloni tak berpemerintahan sendiri yang berhak atas penentuan nasib sendiri di bawah hukum internasional. Hak itu diakui oleh Indonesia dalam New York Agreement yang menguatkan fakta bahwa Indonesia tidak memiliki kedaulatan hukum atas West Papua. Keberadaan Indonesia di West Papua adalah administrasi kolonial yang bisa bersifat permanen hanya jika rakyat West Papua memilih integrasi melalui penentuan nasib sendiri dengan prosedur yang disyaratkan oleh hukum internasional.
Satu-satunya penentuan nasib sendiri yang dilakukan adalah PEPERA yang TIDAK SAH pada tahun 1969. TIDAK SAH, karena hanya 1022 orang (4 orang lainnya tidak ambil bagian) yang terlibat dalam pemungutan atau kurang dari 0,2% dari populasi Papua, yang dikondisikan setuju untuk integrasi dengan Indonesia. Musyawarah untuk mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya pelanggaran HAM berat.
Sebelum 2 tahun pelaksaan PEPERA, pada tahun 1967 Undang-undang penanaman modal asing disahkan oleh Suharto serta dilakukan kontra karya PT. Freeport setelah 3 bulan kemudian. Kekududukan Indonesia di tanah papua hanya melihat sumber daya alam tak terlepas juga dengan yang dikatakatan oleh ALI MURTOPO sebagai kepala Badan Intelejen Negara “orang papua kalua mau aman harus berpinda penduduk ke bulan sebab keberadaan Indonesia di papua hanya melihat kekayaan sumber daya alam”.
Pasca reformasi 1998, rakyat papua mewakili tim 100 mendatangi Jakarta menuntut hak politik rakyat papua untuk menentukan nasibnya sendiri. Namun Jakarta merespon dengan cepat memberikan jaminan politik yang tak pasti, kemudian sebelum 19 hari OTSUS disahkan ketua dewan presidium papua (TEYS HIYO ELUAY) dibunuh oleh kopasus yang saat itu sebagai ketua dari tim 100, Jakarta kemudian memanupulasikan hak-hak polittik rakyat Papua. Kemudian Semakin kencang di Papua dengan pemekaran (DOB) mulai dari desa, distrik, kabupaten dan provinsi bukan hanya admintrasi colonial Indonesia tetapi juga pos-pos militer Kodim-koramil serta Polsek-polres semakin banyak dan papua dijadikan Daerah Operasi Militer (DOM).
Banyak kasus pelanggaran HAM yang belum terseleaikan dipapua, Seperti Operasi mapenduma 1996, Biak Berdarah 1998, Wasior Berdarah 2001, Wamena Berdarah 2003, Merauke berdarah 2000 dan paniai berdarah 2014. Pelanggaran HAM semakin relative di papua. Kasus kekerasan militer Indonesia terus terjadi yang melanggar profesionalnya dalam praktek-praktek diPapua. Ini membuktikan bahwa militer sebagai alat kekerasan dalam mengamankan kedudukan admintrasi Indonesia dipapua, tetapi juga adanya militer Indonesia di papua hanya mengamankan investasi milik kapitalisme.
Pada tahun 2018 pembentukan Satgas Damai Cartenz dan satgas nemangkawi, di saat itu pula Jokowi mengedepankan pembangun jalan trans di papua namun yang dipekerjakan sebagai tenaga kerja semua hanya TNI karena pemegang proyek pun milik purna TNI. Kemudian TPN-PB melakukan penyerangan terhadap tenaga kerja yang berlatar belakang TNI, sejak saat itu ndugama ditetapkan sebagai daerah orperasi militer hingga saat ini, banyak rakyat papua yang mengungsi di kabupaten tetangga seperti wamena dan sekitarnya. Kemudian hasil ekspedisi di intanjaya block B (wabu) yang memiliki cadangan bahan mentah, Pada 2018 Jakarta mengirim banyak TNI/POLRI organic maupun non organic sehingga operasi militer terus terjadi dengan dahlil Pengaman nasional tetapi faktanya menjadi actor kekerasan dan pelanggaran HAM di intanjaya. Banyak masyarakat intan jaya mengungsi ke nabire, Timika dan sekitar kabupaten tetangga.
Satgas Damai Cartens dan satgas nemangkawi bertugas sejak 2018 hingga saat ini 2024, banyak kasus pelanggaran HAM yang dibuat, rakyat papua masih trauma dengan kekerasan negara atas historis aneksasi, Pepera serta operasi militer yang masif di Papua. Dalam situasi itu, negeri menggirim militer organic dan non organic ke seluruh tanah papua yang memiliki potensi sumber daya alam seperti di nduga, intanjaya, yahukimo, pegunungan bintang, maybrat dan Merauke. Diwilayah yang memiliki potensi sumber daya alam masyarakat mengungsi ke kabupaten dan distrik terdekat akibat dari operasi satgas damai cartenz dan satgas nemangkawi.
Pada tahun 2020 negara Kolonial Indonesia dengan sepihak mengesahkan undang-undang cipta kerja (OMNIBUS LAW), undang-undang cipta kerja menjadi karpet merah bagi investor untuk menancapkan cakarnya diatas tanah papua dan di seluruh Indonesia. Yang berakibat pada pembabatan hutan berskala luas (deforestasi), perampasan lahan, kehilangan mata pencarian dan kehilangan keanegaragaman hayati serta perubahan iklim. Pada 2021 jakarta memaksa mengesahkan undang-undang OTSUS secra sepihak, ditambah lagi pada tahun 2022 secara sepihak Jakarta mengesahkan pemekaran (DOB) 5 provinsi dengan praktek-praktek otoriter negara menambah langgengnya penindasan yang terstruktur dan masif di Papua.
Penempatan militer atau penempatan satgas. Menambah luka bagi rakyat papua. Pada tahun 2022, beberapa anggota TNI di timika memutilasi seperti binatang terhadap 4 masyarakat Nduga, kemudian di tahun yang sama beberapa anggota TNI/POLRI di Yahukimo memutilasi 2 ibu pada vagina. kemudian di puncak, 2 ibu disiksa dan dimutilasi kepalanya, pada tahun 2023 di puncak 2 pelajar disiksa oleh TNI/POLRI. Pada tahun 2024 di puncak 3 pelajar di siksa dalam drum menggunakan air mendidih 100 derajat kemdian diiris menggunakan silet dan pisau (videonya viral) kemudian kakinya diikat lalu ditarik menggunakan mobil hingga tak bernyawa. Pada 20 agustus 2024 Naro Dapla dan Tobias Silak yang sebabagi anggota Bawaslu kabupaten Yahukimo di tembak mati oleh Brimob satgas damai cartenz di sekla. Rentetan pelanggaran HAM yang terjadi 2 tahun terahkir ini, setiap kasus ini proses penyelesaian yang ditawarkan oleh TNI/POLR dengan membayar kepala/ impunitas namun keluarga korban dari Tobias Silak Masih memperjuangkan keadilan atas penembakan terhadap 2 korban praktek-pratek ini membuktikan bahwa keberadaan negara dan militer hanya melakukan pembunahan serta pemusnahan orang papua.
Negara saat ini, sedang merencanakan 5 proyek strategis nasional (PSN) aka nada sorong, adan ada di sarmi, aka nada di kerrom, aka nada di boven diegol dan salah satunya di Merauke. Setelah Prabowo terpilih sebagai presiden, sekitar 2000 eksavator/alat berat di arah ke Merauke untuk membabat habis hutan papua sekitar 2,6 juta hektar milik masyarakat adat papau. Tetapi juga kodim yonif 601, yonif 602, yonif, 603, yonik 604 dan yonif 605. direncanakan akan di bangun kemudian sebagai tenaga kerja di proyek 5 PSN adalah Militer.
Dengan demikian kami “Front Rakyat Menolak Pelanggaran HAM di Papua” menyampaikan Tuntutan serta pernyataan sikap sebagai berikut:
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan Pada Tanggal 8 Desember 2024 Terhadap Julianus Sani Di Kabupaten Intan Jaya
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan Dan Penyiksaan Terhadap Wenas Tipagau, Pianus Sani Dan Alex Sondegau Di Kabupaten Intanjaya
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan Dan Pembunuhan Terhadap Pendeta Yeremias Zanambani Dan Gembala Rupinus Tigau Di Kabupaten Intanjaya
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan, Pembunuhan Serta Mutilasi Terhadap 2 Ibu Yakni Mina Solopole Dan Aminerap Kabak Di Kabupaten Yahukimo
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penyiksaan Dan Pembunuhan Terhadap Warinus Murib, Defianus Kogoya, Alpinus Murub Dan Warinus Kogoya Di Kabupaten Puncak
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan Terhadap Nago Duwitau Dan Nepina Duwitau Di Kabupaten Intanjaya
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan Terhadap Yusak Sondegau Di Kabupaten Intan Jaya
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan Terhadap Yulianus Tebai Di Kabupaten Dogiyai
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan Terhadap Emeliana Hajizimijau Di Kabupaten Intan Jaya
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan Dan Mulilasi Terhadap Tarina Murib Di Kabupaten Puncak
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Yang Mengkriminalisasi Serta Pembiaran Sakit Hingga Terbunuh Di Lapas Terhadap Abraham Mate Di Kabupaten Sorong
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan Terhadap Bapa Ua Kere Heluka Di Kabupaten Yahukimo
- Tangkap, Pecat Dan Adili Pelaku Penembakan Tobias Silak
- Tarik Pos-Pos Brimob Dari Seluruh Tanah Papua
- Ungkap Aktor Intelektual Dibalik Penembakan Tobias Silak
- Komnas HAM Segera Umumkan Hasil Investigasi Kasus Penembakan Tobias Silak
- Tim Penyidik Polda Segera Hasil Penyelidikan Melimpahkan Kepada Jaksa
- Kami Mengecam Segala Bentuk Upaya Yang Dilakukan Oleh Pihak-Pihak Tertentu Untuk Menghambat Kasus Penembakan Tobias Silak
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan Terhadap Yan Kristian Warinusi Di Kabupaten Manokwari
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Pengeboman Terhadap Kantor Jubi Papua Dan Kantor LBH Papua Di Jayapura
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan Serta Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Atas Peristiwa Mapenduma Berdarah, Peristiwa Biak Berdarah, Peristiwa Wasior Berdarah, Peristiwa Wamena Berdarah, Peristiwa Paniai Berdarah Dan Peristiwa Dogiyai Berdarah
- Segera Ungkap Dan Adili Pelaku Penembakan Yang Tercatat Dalam Komnas HAM Tertanggal 1 Januari Sampai 1 Juni 2024 Sekitar 41 Peristiwa Penembakan
- Cabut Kepres Hankam Dan Tarik Militer Organik Serta Non Organik Di Seluruh Tanah Papua
- Segera Bubarkan Satgas Damai Cartenz, Satgas Nemangkawi, Satgas Habema, Satgas Binmas Noken, Satgas Pinang Siri Dan Satgas Paro
- Segera Hentikan Dan Cabut Investasi Kapitalisme Di Seluruh Tanah Papua Yang Berkedok Proyek Strategis Nasional
- Negara Stop Mengisolasikan Isu Papua Dengan Dahlil Urusan Domestik
- Segera Buka Akses Terhadap Masyarakat Internasional Sebab Kejahatan Perang Dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Yang Sudah Melanggar Hak-Hak Dasar Orang Papua Dalam Hukum Internasional Yang Diakui Pasal 11 Ayat 1 Dan 2 Undang-Undang Dasar 1945
- Berikan Hak Penentuan Nasib Hidup Sendiri Bagi Rakyat Papua Sebagai Solusi Yang Demokratis
Jayapura, 10 Desember 2024
Mengetahui
Korlap Umum :
Rio Kambue Josias Sani
Penanggung Jawab :
Green Papua (Frengki Edowai) Justice For Tobias Silak (Kordinator Sentral)