
Melawan Perampasan Tanah Adat di Papua: “All Eyes On Papua”
Malamoi, 05 Juni 2024. Beberapa hari ini seruan “All Eyes On Papua” menggema, hal ini bermula dari pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu dan suku Moi yang mendatangi gedung Mahkamah Agung di Ibu Kota Indonesia, Jakarta. Mengenakan busana khas suku masing-masing, mereka menggelar doa dan ritual adat di depan kantor lembaga peradilan tertinggi itu berharap Mahkamah Agung menjatuhkan putusan hukum yang melindungi hutan adat mereka.
Masyarakat adat suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan dan suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya sama-sama tengah melawan pemerintah dan perusahaan sawit demi mempertahankan hutan adat mereka.
Masyarakat adat suku menggugat Pemerintah Provinsi Papua karena mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL). PT IAL mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektare. Selain itu ada perkara lain yaitu melawan gugatan PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raya, dua perusahaan sawit yang juga sudah dan akan berekspansi di Boven Digoel. PT KCP dan PT MJR.
Sementara suku Moi melawan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) yang akan membabat 18.160 hektare hutan adat Moi Sigin untuk perkebunan sawit. PT SAS sebelumnya memegang konsesi seluas 40 ribu hektare di Kabupaten Sorong. Pada 2022, pemerintah pusat mencabut izin pelepasan kawasan hutan PT SAS, disusul dengan pencabutan izin usaha. Tak terima dengan keputusan itu, PT SAS menggugat pemerintah ke PTUN Jakarta.
Saat ini dunia sedang bekerja keras menahan laju krisis iklim, bila Operasi PT IAL dan PT SAS dilakukan maka dikhawatirkan memicu deforestasi yang akan melepas 25 juta ton CO2e ke atmosfer, memperparah dampak krisis iklim di Bumi. Hal ini tidak hanya mengancam kehidupan masyarakat adat suku Awyu dan Moi juga kehidupan dunia.
Seluruh keberadaan perusahaan sawit di Papua telah menyebabkan pelanggaran hak masyarakat adat, masyarakat tersingkir dari ruang kehidupannya sehingga kesulitan memenuhi kebutuhan pangan, air, obat-obatan, sementara budaya, dan pengetahuan hilang akibat ketiadaan hutan.
Masalah yang dihadapi Suku Awyu dan Moi adalah gambaran kecil dari situasi perampasan tanah masyarakat adat. Ada jutaan hektar hutan yang telah diberikan untuk perkebunan sawit, terbaru pemerintah Indonesia menyiapkan 2 juta hektar lahan perkebunan tebu yang tentu saja berdampak kepada Suku Malind dan ekologi. Padahal sebelumnya telah dilaksanakan proyek Merauke Integrated Rice Estate (MIRE), Merauke Integrated Food Energy Estate (MIFEE) dan Food Estate yang kesemuanya bisa dikatakan “gagal”.
Hal ini memperlihatkan situasi “perampasan” tanah adat oleh pemerintah yang secara terus menerus dengan menggunakan instrument regulasi yang dilegalkan oleh legislatif di Indonesia diantaranya adalah UU Cipta Kerja.
Menyikapi fenomena ini Orang Muda Papua telah merespon dengan melakukan berbagai macam upaya penyelamatan hutan Papua dan pangakuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat di seluruh Tanah Papua. Bahkan pada Bulan November 2023 lalu telah berkumpul ratusan orang muda Papua pada Forest Defender Camp di Sorong Selatan yang telah merumuskan poin sikap mereka terhadap situasi di Tanah Papua
Berdasarkan hal tersebut kami mendesak kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk:
1. Segera menghentikan pemberian ijin-ijin perusahaan berbasis lahan yang merampas tanah dan menghancurkan hutan adat di Tanah Papua;
2. Segera mereview dan mencabut seluruh ijin-ijin pertambangan, perkebunan, kehutanan yang merusak lingkungan dan merampas hak-hak Masyarakat Adat Papua;
3. Segera memulihkan hak-hak masyarakat adat Papua yang telah dilanggar ;
4. Segera melakukan mengeluarkan regulasi UU yang menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak masyarakat adat;
5. Mendesak kepada komunitas internasional untuk memberikan perhatian khusus terkait situasi hak-hak masyarakat adat Papua, Hutan Papua dan degradasi lingkungan hidup ditengah gempuran investasi yang semakin massif ke Tanah Papua.
Karena Tuhan menciptakan orang Papua untuk menempati Tanah Papua. Kami akan selalu berjuang menjaga Tanah Papua untuk diwariskan kepada kehidupan anak cucu saat ini dan generasi orang Papua dimasa yang akan datang.
Salam perjuangan .
1. AMPERAMADA PAPUA
2. GERTAK di MERAUKE
3. GERAKAN MALAMOI
4. KOMPPAP
Narahubung:
1. Tasya Manong, 0821-9786-1181 Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Hutan dan Hak Masyarakat Adat (AMPERAMADA) Papua ,
2. Kasim Chambu, 0812-4842-5761
Gerakan Rakyat Tolak Tebu (GERTAK) Merauke
3. Fiktor Klafiyu, 0822-4813-9650Gerakan Malamoi
4.Philipus Chambu, 0821-9846-0415 Komunitas Mahasiswa Pemuda Peduli Alam Papua Selatan (KOMPPAS