
Siaran Pers
“Kementrian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu (DPMPTS), Kabupaten Boven Digoel Segera Hentikan Pemberian Izin Sepihak dan Segera Cabut Izin PT. Papua Berkat Pangan Karena Melanggar Aturan”
Bahwa pada hari Senin 9, Desember 2024, Masyarakat Adat 18 Marga asal Suku Wambon, dari Distrik Arimop, yang didampingi oleh LBH Papua Pos Merauke mendatangi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman, Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kab. Boven Digoel di Provinsi Papua Selatan untuk menyampaikan sikap tegas mereka menolak kebijakan sepihak pemerintah Kabupaten Boven Digoel atas pemberian Izin atas Wilayah masyarakat Adat pemilik Hak Ulayat. Adapun 18 Marga dimaksud adalah 18 Marga yaitu : Marga Amotey, Marga Oklamop, Marga Malek, Marga Ulat, Marga Bujop, Marga Teulop, Marga Kanggin, Marga Ukumarop, Marga Makulop, Marga Butiop, Marga Bandiop, Marga Guam, Marga Agitop, Marga Gunumop, Marga Generop, Marga Tawi dan Marga Wandengge.
Seperti diketahui bahwa pemerintah Kabupaten Boven Digoel melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu (DPMPTS) telah menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan Berusaha dengan Nomor : 28052410219302005 yang kemudian dilanjutkan dengan Pemberian Perizinan Berusaha Berbasis Risiko oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia dengan Nomor Berusaha: 0301240051011 yang diterbitkan pada tanggal 3 Januari 2024. Adapun Luas tanah yang dimohon adalah seluas 34.092,18 Ha yang meliputi Distrik Mandobo, Distrik Jair, Distrik Iniyandit dan Distrik Arimop.
Massa 18 Marga dalam beberapa poin yang disampaikan adalah mendesak kepada Kementerian Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, (DPMPTS) segera menghentikan Izin perkebunan berskala luas yang merusak lingkungan dan hutan Adat serta menghilangkan kepemilikan Marga atas Tanah Ulayat. Masyarakat juga menegaskan bahwa tidak ada ketebukaan informasi dari pemerintah terkait perizinan yang dikeluarkan diatas Tanah Adat mereka serta adanya indikasi bahwa pembahasan Analisis Dampak Lingkungan dan Sosialisasi dari Perusahaan dilakukan secara tertutup dan hanya melibatkan orang-orang tertentu.
Massa 18 Marga menegaskan bahwa Negara melalui Pemerintah dan Daerah Wajib untuk menghormati Hak-hak Masyarakat Adat sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 18B Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU NO 02 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua atas UU NO 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua dan Putusan Mahkamah Konstitusi NO 35/PUU-X/2012 ; menyatakan bahwa Hutan Adat Bukan Hutan Negara, PERDASUS Provinsi Papua NO 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Adat Atas Tanah Adat dan PERDASUS Kabupaten Boven Digoel No. 02 Tahun 2023 Tentang Pengakuan, Perlindungan dan Penghormatan Masyarakat hukum Adat.
Selain adanya adanya perlindungan, pengakuan dan peghormatan terhadap Masyarkat Hukum Adat yang diatur didalam regulasi, 18 Marga juga menagaskan menolak segalah bentuk investasi berskala Makro dan menengah khususnya Industri ekstraktif di wilayah adat karena akan merusak tanah, hutan adat, nilai-nilai, norma-norma, sumber penghidupan dan identitas budaya Suku Wambon Mandobo.
Narahubung :
Teddy Wakum ( 082242450431 ) LBH Papua Pos Merauke