Image default
ArtikelKabar dari Kampung

Triwarno Purnomo dan Ide Pemindahan Makam Theys Eluay

Foro Theys Eluay bersama Gusdur

Kita semua dikejutkan dengan apa yang diwacanakan oleh pelaksana tugas (Plt) Bupati Kabupaten Jayapura Triwarno Purnomo awal Mei 2024 ini. Dimana sebagai penjabat bupati dirinya ingin memindahkan makam Pemimpin Papua Merdeka sekaligus juga seorang Ondolofo dari Suku Sentani bernama Dortheys Hiyo Eluay atau Theys Eluay. Kuburan yang terletak di sebuah tanah lapang milik adat itu dan jauh dari kata mengganggu keindahan, kenyamanan, dan aktivitas publik itu tiba-tiba ingin dipindahkan. Seolah makam biasa dan tidak memiliki makna apa-apa bagi orang dan Tanah Papua.

Sebagai birokrat lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negri (STPDN) di Jatinanggor dan telah berkarir sejak 2001 dari Sorong, Keerom, Asmat hingga Kembali ke Jayapura Tanah Tabi ini. Purnomo seharusnya paham betul siapa itu Theys Eluay. Ia adalah seorang tokoh Papua Merdeka yang berjuang dengan cara damai dan tanpa kekerasan. Theys Bahkan adalah seorang yang berjasa dalam pembangunan Indonesia di Papua karena pernah menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Papua selama beberapa periode, pernah menjadi ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Provinsi Papua yang terus berkorelasi dengan pemerintah Indonesia puluhan tahun, baru lah kemudian dalam kongres Rakyat Papua tahun 2000 diangkat sebagai ketua Presidum Dewan Papua (PDP) atau yang memiliki mandat rakyat sebagai pemimpin besar rakyat Papua untuk memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan kematiannya pada 10 November 2001, Theys masih sempat menghadiri undangan Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XVII Cenderawasih untuk perayaan Hari Pahlawan Nasional Indonesia di Markas Komando Tentara Nasional Indonesia (TNI) XVII Cenderawsih di Polimak Kota Jayapura.

Sehingga Wacana pemindahan makam ini seperti mengorek-ngorek luka batin rakyat Papua yang terkubur lama. Terutama dengan ketidakadilan yang terjadi atas tanah Papua dan pembunuhan sadis terhadap Theys Eluay yang menjadi sandiwara pada persidangan milter, dimana para anggota Komando Pasukan Khusus (kopasus) yang membunuh sudah di sangsi bersalah dan dijatuhi hukuman kemudian hari ini dipromosikan menjadi petinggi-petinggi di kesatuannya masing-masing.  Otonomi khusus Papua (Otsus Papua) tahun 2001 disahkan setelah dua minggu pembunuhan dan gejolak besar di Papua, semua orang tahu bahwa Otsus Papua adalah uang darah menggantikan nyawa pemimpin besar Papua tersebut.

Tetapi kini, demi alasan penataan kota, pembangunan taman kota, dan sebagainya, seorang yang hanya penjabat bupati dan juga seorang warga non Papua ini dengan arogan mau memindahkan makam tersebut. Apakah tidak aneh panjabat bupati ingin melampaui para bupati defenitif sebelumnya yang sejak pemekaran kabupaten Jayapura   tahun 2002  tidak pernah ada bupati yang merasa terganggu dengan kehadiran makam Theys di sana, bahkan mereka para politisi Papua itu sepakati pergantian nama Bandara Internasional Sentani dengan nama Theys Eluay.

Rencana pemindahan ini bahkan telah menimbulkan polemik, tidak hanya di kalangan rakyat Papua pro kemerdekaan, tetapi menjadi kemarahan para petinggi gereja, para elit politik daerah dan provinsi di Papua. Karena seorang penjabat bupati telah menyalahi tugas dan kewenangan sebagai Plt yang terbatas pada urusan formal dan bersifat transisi menunggu proses pemilihan kepala daerah selanjutnya (Pilkada) bukan justru memasuki ranah politis dan memancing kekisruhan publik se tanah Papua.

Tentu semua berharap Triwarno Purnomo segera sadar diri dengan apa yang akan dia perbuat. Walaupun merasa memiliki karir cemerlang di birokrasi karena berulang kali di tunjuk Mentri Dalam Negri (Mendagri) Tito Karnavian untuk menjabat di berbagai daerah, sehingga mulai arogan dan gelap mata dan berani melaksanakan “tugas-tugas titipan” untuk ia dilakukan. Seberapun pesan-pesan  untuknya, baik dari Mendagri, Badan Intelejen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS), yang hanya mau menjadikan dia tameng untuk keinginan mereka selama ini, yaitu memindahkan makam Theys Eluay karena selama ini telah mencoreng wajah pelaku dan instansi yang melakukan kejahatan. Mereka paham sebagai ibu kota Provinsi Papua, Jayapura, tentu menjadi tujuan berbagai pejabat dan tamu daerah yang akan terpaksa berhadap-hadapan dengan makam ini dan menuntut penjelasan rasional mereka. Belum lagi sekarang Bandara Sentani sudah menjadi bandara internasional yang akan terbuka pada warga dunia yang ingin masuk Papua, berwisata sekaligus menyaksikan jejak-jejak pembantaian di atas tanah Papua.

Sehingga di harapkan setelah membaca pesan-pesan public, kritik, saran, dan kemarahan yang disampaikan berbagai pihak seperti ini. Dirinya sebagai mantan sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Keerom, dan juga manjtan Plt Bupati Asmat, mantan penasehat gubernur Lukas Enembe bidang Pemerintahan,  segera menyadari peran dirinya dalam undang-undang pemerintah daerah yang sifatnya sementara dan terbatas, terutama tidak menyebabkan kekisruhan di publik Papua. Sebagaimana kita ketahui bahwa bersama pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, SK BKN 26/2016 dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan dan Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Bahwa, batasan kewenangan Plt Bupati dalam sistem pemerintahan daerah adalah hanya bersifat administratif seperti menandatangani dokumen yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh Bupati dan/atau tugas administratif lainnya serta melaksanakan kebijakan yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh Bupati definitif, sehingga kepala daerah dilarang melakukan mutasi pegawai, membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya; membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

Artinya langkah-langkah yang akan di ambilnya tentu akan memakan waktu lebih panjang dari sekedar tugas seorang pelaksana tugas yang hanya 1 samhpai 2 tahun saja. Karena menyesuaikan dengan kekhususan dalam Otsus Papua, keputusan-keputusan yang sudah dan belum diambil bupati defenitif, berurusan dengan Majelis Rakyat Papua (MRP), Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua, semua aturan dan lembaga-lembaga politik yang berwenang menyimpulkan, dan tentu saja adalah Makam tersebut terletak dilahan pribadi atau tanah adat bukan tanah negara.

Sehingga Purnomo diharapkan sadar diri dan segera mengoreksi kebijakan yang akan diambil itu, terutama karena akan menimbulkan konsekuensi lebih besar dari yang mungkin tidak ia pikirkan. Sebagai seorang  Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja untuk melayani rakyat Papua seharusnya juga menghormati sejarah rakyat Papua, juga menghargai hak asasi manusia, menghormati peran dan posisi almarhum semasa hidup yang cukup andil dalam pembangunan di Papua, kemudian dapat fokus saja pada pelayanan formal dan bekerja sesuai hati nuraninya untuk melayani rakyat Papua di bidang pemerintahan.

***

Baca Juga

Sejarah dan Perkembangan Partai Politik Borjuis Indonesia dan Papua

Yason Ngelia

Kolonialisme Indonesia dan Quo Vadis Papua Merdeka

Kristian Kobak

DOB Bukan Solusi: Kritik Terhadap Bupati Kaimana dan Kawan-kawannya

Rudi Jafata

Leave a Comment